Sabtu, September 27, 2008

TAK BICARA

kurasa kesedihan tiada tara
entah mengapa rasa ini merayap
dalam sore yang menjemput
dalam kesenyapan yang merenggut
mendengar lengking soraknya
tanpa melihat binar matanya
kutahu dia mendamba

kutercekat dalam telungkup
kutersedu dalam hening
kupenjarakan diriku dalam pembenaran
tak kuasa, mengalir di ujung mataku
semakin mendera tak kenal lelah
seolah mengintai segenap sesal
meminta sebuah keputusan
meminang sebuah permintaan
tak terucap hanya bisu yang ada

Kamis, September 25, 2008

MEMBERI DENGAN SUKACITA

Suatu malam, dalam pertemuan lingkungan saat itu akan membicarakan sebuah tema dalam Alkitab. Seorang ibu datang dalam pertemuan tersebut dengan muka tanpa ekspresi dan sulit ditebak, dia membawa bungkusan dalam tas plastik. Ketika masuk rumah pertemuan itu, dia mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Beberapa majalah dikeluarkannya kemudian diberikan kepada temannya di situ, seorang ibu juga. Dengan diam, tanpa menegur, tanpa senyum. Temannya menerima tanpa senyum pula sambil berkata lirih,"Terima kasih".

Acara dimulai dengan seorang fasilitator, setelah dibacakan perikop dari Alkitab, yang hadir diajak untuk merenungkan sejenak, dilanjutkan dengan pertanyaan refleksi. Ada sebuah pertanyaan "Sejauh mana kita memberikan sesuatu kepada orang lain dengan tulus hati dan sukarela?" Yah, tema malam itu adalah "Memberi dengan Sukacita"

KEMANA SEMANGATMU?



Minggu malam itu, di salah satu ruang di sisi gereja, berkumpul beberapa gelintir manusia. Hanya 10 orang saja. Semua berlatih tekun dengan partitur yang dalam 1 birama bisa berbeda 2-3 ketukan/hitungan. Meski sedikit dalam jumlah, ditilik dari semangat yang datang tetap besar.
"Mengapa semakin lama semakin sedikit yang datang berlatih ya?", tanya seorang altono kepada temannya saat jeda satu partitur ke partitur yang lain.
"Saat akan lomba beberapa bulan lalu teman-teman banyak yang datang, tapi seiring waktu berjalan, semangat mereka untuk datang latihan lenyap", timpal teman yang lain.

Minggu, September 21, 2008

PEKIK BERPUTAR

TAWA JELATA

PESTA RAKYAT


Malam itu, malam minggu Christ dan Nat kuajak ke "pasar rakyat" yang dekat dengan gubuk kami. Melihat keceriaan mereka membuat sejenak lupa bahwa tempat digelarnya pesta ini diatas tanah kosong yang biasanya menjadi tumpukan sampah. Tidak terbayangkan betapa joroknya sewaktu hujan datang... untung saat ini kering tiada rintik mengguyur. Tetap berdebu dengan sampah kering berserakan. Pesta ini bukan cuma pesta anak, ada orang tua yang ikut bergembira menikmati hiburan dengan membayar Rp. 3.000 setiap wahana yang ada. Disitu pula para remaja muda mudi bergandengan tangan menyusuri lapak, bagi yang belum punya pasangan, beramai-ramai memenuhi pesta untuk kalangan menengah ke bawah itu sembari senyam-senyum jika melihat lawan jenis yang terlihat memikat di hati.

Minggu, September 14, 2008

VIVA ST. NIKODEMUS


Minggu siang 7 September 2008 sekitar jam 10.00 di halaman gereja St Nikodemus berkerumun banyak orang. Bukan karena huru hara atau kerusuhan, siang itu ada seremoni launching website gereja St Nikodemus.

Peresmian dilakukan oleh Rm. Gunawan Pr dan Rm Dionysius CSsR dengan pengguntingan pita dan diterbangkannya balon warna-warni ke angkasa. Website ini disambut gembira seluruh umat dengan harapan dapat menjadi media informasi dan komunikasi yang lebih baik di seluruh umat paroki St Nikodemus khususnya, sesama umat beriman umumnya. Umat bisa mengambil hal positif dari kecanggihan tehnologi seperti yang sedang berkembang di era multimedia seperti sekarang ini, jangan malah menjadi ajang saling mengejek apalagi menyinggung SARA.

http://www.nikodemus.org, dapat diakses oleh masyarakat, silakan kunjungi dan kenal dengan hangat, karena kehangatan akan memberi kedamaian dimanapun kita berada.

Viva Nikodemus!

TAK LUPA NEGERI SENDIRI







Hari Sabtu kemarin aku berkunjung ke Canisius Education Fair. Pameran Pendidikan ini dibuka dengan beberapa sambutan dan aku berani bertaruh, pasti tidak semua pengunjung menyimak dengan baik apa yang dikatakan petinggi sekolah homogen itu. Suasana di out door, disamping lapangan bola nan luas membuat para pengunjung bebas mampir kemana saja, bisa mampir ke bazar makanan atau berhaha hihi dengan temannya - yang ini biasanya alumni sekolah tersebut - mereka bercengkerama, bercanda dan tidak peduli dengan sambutan yang disampaikan di atas panggung. Tidak semua ternyata, ada yang dengan tekun duduk manis mendengarkan seremonial itu selama kurang lebih 30 menit, patut diacungi jempol pengunjung yang seperti ini.

Dan sesuatu yang ditunggu oleh pengunjung dimana terdiri dari tua - kaum orang tua murid -, muda - teman-teman yang sekolah di situ atau alumni - tumplek di sekitar lapangan bola. Apa yang mereka tunggu? Sebuah suguhan yang jarang terjadi, tari kolosal dari bali, Tari Kecak. Siapa penarinya? Penarinya adalah seluruh siswa dan guru Kanisius semuanya sekitar 650 orang dan lelaki semua (Mana ada siswa Kanisius cewek ya?)

Gung Panji, panggilan akrab sang pelatih tampak sebagai dalang yang membawakan cerita kutipan dari Ramayana digambarkan di situ pasukan Hanoman melawan raksasa. "Perang" dimenangkan oleh pasukan Hanoman dengan membawa bendera Kanisius digiring ke atas panggung. Dan saat penutupan nanti kemenangan pasukan Hanoman membawa obor sebagai tanda sinar pencerahan. Tentunya ada maksud dari semua itu, terutama sehubungan dengan Edufair kali ini. Gung Panji mengatakan, dia baru kali ini membawakan Tari Kecak dengan personil 650 orang, biasanya sekitar 100 an orang... Wow, pengalaman baru dong Gung?

Tak hanya sajian tari bali, seluruh dekorasi dari gerbang masuk sampai panggung didominasi etnik bali dengan warna hitam dan putih. Suatu yang sangat indah karena kebudayaan Indonesia sangat kaya dan tidak perlu kita mengimpor budaya luar negeri.

Bagaimana dengan pendidikan? Hal yang sangat berbeda, jika boleh dan ada kesempatan belajar di luar negeri kenapa tidak? Menimba ilmu sampai negeri Cina, demikian kata orang bijak. Sesudah menimba ilmu di negeri orang? Jangan lupa kembali untuk membangun negerinya sendiri, bukan membangun negeri orang lain. Karena negeri ini masih membutuhkan orang pandai dan berintelek tinggi. Tentu saja jika sudah berintelek tinggi tidak meninggalkan kerendahan hati dan hati nurani demi membangun negeri ini dengan baik.

Di sinilah, di Canisius Education Fair 2008 yang berlangsung 13-14 September 2008 ada sekitar 66 stand perguruan tinggi di Indonesia dan luar negeri yang dapat dikunjungi. Berbagai fasilitas akademik ditawarkan di sini, tinggal pilih saja sesuai kemampuan dan keinginan.

Selasa, September 09, 2008

MENERAWANG ANGAN


KAPAN AKU BISA?

Siang menyengat kutembus kaca dari ruang tempat aku duduk, rasanya malas untuk berakrab-akrab dengan sang surya di siang itu. Tak lama, ngantuk menyerang saat rasa malas itu menyergap. Teman serasa tau penyakit itu datang, dia mengajakku untuk "jalan-jalan" sebentar. Aku setuju.

Tau tidak, kami "jalan-jalan" kemana? Dia mengajakku ke sebuah showroom peralatan memasak, akhir-akhir ini dia memang keranjiangan memasak, eh.. bukan, keranjingan membeli alat-alat memasak. Kemauan dan niat dia untuk belajar dan bisa masak patut diacungi jempol. Dia memang hampir tidak pernah menyentuh dapur, namun akhir-akhir ini, dia selalu berusaha untuk sempatkan masuk dapur, karena segala keperluan makanan sudah disediakan oleh ibunya yang tercinta.

Suatu saat dia sudah sibuk membawa resep kue untuk dia praktekkan di dapurnya yang mungil. Dia menimbang bahan yang akan dijadikan kue dengan sangat tepat, sesuai yang tertulis di resep. Dia sangat sibuk, tiba-tiba ibundanya datang, tak dinyana tak diduga, semua bahan dan peralatan yang dipegang oleh temanku itu sudah beralih tangan. Ibunya dengan sigap tanpa menimbang langsung membuat adonan kue. Temanku tidak membantah dan menurut saja apa yang diperintahkan oleh ibunya, tolong ambilkan ini itu...

Dia sangat mengerti bahwa dapur itu adalah "daerah kekuasaan" sang ibu. Maka dari itu, dipandangi kesibukan ibunya hingga tercium aroma kue yang sangat lezat untuk dinikmati. Kapan aku bisa memasak? demikian tanya temanku dalam hati..

Kamis, September 04, 2008

PERTEMUAN (2)

Sophia... itulah namamu, aku ingat, saat itu surya gagah perkasa
Matamu, senyummu, seraya kusambut jabat tanganmu
Lembut, halus, sehalus kemilau hitam gerai rambutmu
Ramah, kuberikan senyum andalan yang aku punya

Seabad jelitamu tertelan bumi, tak jua sua beradu
Aku ke barat, di dalam rumah kaca tak terjamah
Menjerit, mendesak, memberontak kalbuku
Sinarmu masuk menyeruak hingga dinding luluh

Kulihat ceria di bulat bundar indah matamu
Berharap senyum manisku tak pudar di bayangmu
Kusambut sapamu dengan tertegun tak henti
Diam ketika kusentuh pipi putih mulusmu
Riak bergejolak semakin menderu berseru
Beningnya matamu bersambut menyanyi
Kaubiarkan kunikmati indah dirimu
Aku tahu tanda itu artinya setuju

Sophia, Sophia, kusebut namamu berbisik
Maukah kamu menungguku seabad lagi?

GARA-GARA ROKOK (Lagi)

Kali ini giliran temanku, Mey, yang dongkol gara-gara rokok. Ceritanya begini, pulang kantor malam itu, seperti biasanya Mey mengendarai motor bebeknya. Tiba di tikungan ke kanan, di depannya ada motor dengan pletikan api rokok dari pengendaranya. Aku harus katakan sesuatu, batin Mey seraya menambah kecepatan berusaha sejajar dengan motor depan.

Pengendaranya seorang pria dengan penumpang dibelakangnya seorang ibu, Mey berseru ditengah deru suara motor dan mobil yang berlalu di sekitarnya,"Mas, jangan merokok sambil naik motor, apinya terbang dan kena orang yang ada dibelakang motor Mas.." Apa jawab pria itu? "Naik mobil aja, Mbak!", teriaknya dengan kencang sekencang laju motor seusai dia ucap kata. Mey berusaha melaju sejajar dengan motor pria itu, namun apa daya, lajunya tak dapat disusul karena Mey harus belok ke arah rumahnya, padahal Mey masih ingin bicara, Mey dongkol setengah mati. Apakah tidak ada tempat lain untuk merokok?

Rabu, September 03, 2008

TEDUHKAN JIWA


CUKUPKANLAH

Kemarin aku bertemu dangan sahabat. Sore sepulang mencangkul sawah demi sesuap nasi, aku sempatkan ngobrol di lobi kantornya yang kecil namun elegan. Kami banyak bercerita kesana-kemari... maklum namanya sohib namanya juga cewek, kadang yang nggak perlu juga bisa menjadi bahan omongan yang menarik, sampai bercerita tentang betapa baiknya kasih Tuhan kepadanya.

Beberapa waktu lalu ibu mertuanya dipanggil keharibaan Yang Maha Kuasa, sebagai mantu pertama (suaminya anak pertama) dialah yang mengurus segalanya dari urus kamar jenazah, misa requiem dan pembayaran administrasi. Namanya ajal menjemput, bak maling yang kita nggak tahu kapan datangnya, dia tidak siap dan hanya mempunyai beberapa uang dalam tabungannya.

Dia berpikir bagaimana cara dia bisa melunasi administrasi, kekurangannya masih sekitar sepertiganya. Sementara suaminya masih dirundung kesedihan, dia tidak mau menambah beban pikiran suaminya, hanya pasrah dan berucap berulang,"Tuhan cukupkanlah, cukupkanlah..."

Pagi hari itu adalah hari dimana jenazah harus dimakamkan, sementara sahabatku belum juga melunasi administrasi, setelah nego dengan pihak rumah duka, dia diperbolehkan untuk melunasinya nanti, bukan hari itu juga. Sedikit lega hatinya...tapi itu hanya memperpanjang waktu saja karena dia belum mempunyai sejumlah uang yang cukup.

Tiba saat pelepasan jenazah dan masuk dalam mobil ambulans, seorang kerabat dekat dari pihak suaminya mengucapkan bela sungkawa kepadanya dan dia merasakan ada sesuatu melekat di telapak tangannya... sebuah amplop. Dibukanya amplop itu dan dia mengucapkan syukur tiada tara, karena berisi uang persis jumlahnya untuk pelunasan administrasi.

PERTEMUAN (1)

jika boleh aku tahu apa yang tersimpan
di bulat hitam kedalaman
dikelilingi jernih bening
tampak suatu bergeming

jangan sembunyikan indah
biarkan dia hidup
jangan matikan dian
agar tidak redup

kutahu matamu simpan itu
mataku simpan itu pula
saat mata beradu
kita tahu disitu ada cinta