Jumat, November 28, 2008

TIDAK NYAMAN

Ada yang mengganjal sedikit pada kejadian sore tadi. Di tempat aku nyangkul sawah, akan diadakan bazar. Hasilnya akan diserahkan untuk amal. Bagus dong. Karena acaranya baru hari Minggu besok, hari ini -Jumat- ada beberapa teman (yang aku juga nggak begitu kenal -hanya sering ngliat muka saja-) sibuk mempersiapkan barang-barang.

Dari teman yang lain aku diajak untuk melihat barang tersebut, katanya kita boleh melihat dan membeli. Wah, bisa milih barang yang bagus ni... Tanpa banyak ba bi bu, kami bertiga menuju ke salah satu ruang yang berdekatan dengan ruangku. Masuk dalam ruang itu, suasana tidak seperti bayanganku. Ada tiga orang yang berkerumun sibuk menentukan harga. Barangnya murah. Maklum, kan barang bekas. Ada beberapa barang yang menarik sih, tapi banyak juga yang tidak menarik. Orang-orang di situ. Entah apa yang kurasakan, tidak nyaman saja.

Tidak wellcome. Begitu komentar temanku.. ah... yap. Tul. Ternyata temanku merasakan juga apa yang kurasakan. Kami di sana hanya celingukan dan bingung... Bukan bingung harganya, melainkan ketika temanku bertanya tentang barang yang diinginkannya, temanku mendapatkan respon yang wah.... jauh dari bersahabat.

Rabu, November 26, 2008

SORE ITU

Sore kemarin aku langkahkan kaki menapaki anak tangga di stasiun. Setelah membeli tiket seharga sebelas ribu rupiah, tak lama kereta datang. Cukup banyak yang menumpang sore itu. Kebanyakan orang pulang kantor. Memoriku mencuat satu persatu. Tentang kebiasaanku naik kereta, dulu.

Masuk kota Bogor, aku keluar dari stasiun lewat jalan yang dulu sering aku lewati. Sudah banyak berubah. Tempat parkir yang dulu masih tanah kini sudah di conblock. Tempat mengantri membeli tiket juga sudah tidak kehujanan atau kepanasan lagi, karena sudah diberi atap. Tampak rapi namun tetap saja diikuti gerakan ekonomi kelas bawah. Kaki lima merajalela. Kios parkir kian marak. Angkotpun ikut ambil bagian malang melintang di pinggir jalan.

Melewati tikungan di belakang toko, di depan sebuah tempat pangkas rambut. Disitu masih duduk seorang pak tua dengan dagangannya. Disitulah aku sering membeli buah yang dia jajakan. Pak tua menjual pisang dan pepaya. Dan malam itu, dia dengan buah pisang di nampannya. Masih seperti dulu, empat tahun yang lalu.

Malam makin renta. Aku harus selesaikan urusan segera. Jam menunjukkan 21.00 ketika aku akan kembalu ke Jakarta. "Sudah tidak ada kereta yang jalan", batinku. Maka aku menuju ke terminal. Semua masih melekat di ingatan, hiruk pikuk terminal. Aroma khas orang lalu lalang dan pedagang. Malam itu sepi. Bibirku terucap, "Terima kasih", tulusku atas berkat malam itu. Aku hanya inginkan satu, sampai di rumah dengan selamat.

Sabtu, November 22, 2008

KESAL SEGUNUNG


Diana tidak bisa menahan sedihnya, ketika tidak dijumpainya kekasihnya -Dan- di tempat biasanya. Dan tidak memberi kabar sama sekali. Padahal kemarin komunikasi mereka lancar. Dan tidak memberitahu jika berhalangan bertemu hari ini. Ada apakah gerangan, Dan? batin Dia. Ponsel Dan mati dan tidak dapat dihubungi. Aneh. Sejam, dua jam hampir empat jam Diana menunggu. Duduk di bangku yang ada di situ. Sendiri.

Antara kecemasan dan kejenuhan membuat Dia melangkah kaki menuju rumah. Pulang. Dan, kamu buat aku kesal berapa kali hanya untuk pertemuan rutin seperti ini? Aku tidak ingin mengingat, apalagi mengungkit bahwa sudah berapa kali kamu ingkar dari sua yang tak pernah membuatku jemu? Ada apa denganmu? Duh, begitu banyak pertanyaan yang mampu menggoyahkan kepercayaanku padamu..... Dan, aku kesal padamu

--bersambung..--

Rabu, November 12, 2008

MELIHAT WAJAHMU

melihat wajahmu aku ingin meraup
merona pipimu merah ketika kukecup
Sophia mengapa hatiku mendayu cepat
dengarkan, sayang..

ada sua dan ada tak sua
saatnya tiba, Sophia
lama nanti ku tak kan di depanmu
hanya ada dalam kalbu

aku tidak ada pada pilihan
sebab harus kuarungi keputusan
aku tak akan tinggalkan
dirimu dan keindahan

jangan bersedih Cintaku
engkau tetap pujaan hati
tersimpan di seluruh ragaku
tetaplah di sini hingga kukembali

Jumat, November 07, 2008

HUJAN SETIAP HARI


Hujan mengguyur Jakarta setiap hari. Seperti semalam, sebelumnya seharian dari pagi hingga petang cuaca cerah tak ada rintik setitik. Aku sudah merencanakan akan datang pertemuan doa malam harinya. Pasti akan banyak yang datang nih, pikirku.

Sesampai di rumah, hari masih sore. Langit cerah. Aku masih bisa bermain dengan anak-anak dan mengontrol agenda sekolah mereka. Tiba waktunya bagi anak-anakku untuk tidur, aku menemani mereka sambil bercerita banyak hal dan ini adalah rutinitas kami.

Anak-anak sudah terlelap ketika aku mendengar suara titik hujan...ah.. hujan datang lagi. Aku beranjak dari tempat tidur, bersiap pergi. Masih hujan, batinku. Memang sekarang musim hujan, tambahku dalam hati. Aku tidak mengurungkan niatku datang ke pertemuan doa. Jika semua berpikir untuk tidak datang karena hujan, siapa yang akan datang? Sementara di sebuah tempat, sebuah keluarga menanti berharap cemas kehadiran tamunya.

Kamis, November 06, 2008

NOMOR AMPLOP


Beberapa waktu lalu di hari Sabtu, aku menghadiri resepsi pernikahan seorang teman. Aku sudah menyiapkan amplop yang akan kuberikan nanti. Setiba di sana, sebelum memasuki ruang resepsi aku bertemu dengan teman-teman yang lain. Ada meja untuk menuliskan nama tamu yang diundang, seperti biasa, aku menulis namaku. Ketika akan memasukkan amplop ke dalam kotak yang telah disediakan, amplopku diminta. Amplop diberi nomor sesuai dengan nomor pada daftar buku tamu... weleh.. weleh... Ini adalah kali kedua aku mengalaminya, tetapi tetap saja aku terkejut.

Selasa, November 04, 2008

Senin, November 03, 2008

CINTAKAH ITU NAMANYA?

Di dalam angkot menuju Ciomas Bogor, dalam cuaca hujan deras tak terkira, tak ayal tempat duduk di dalam angkot pun ikut basah. Kulesakkan pantatku dengan posisi wuenak.. sembari menunggu penumpang lain aku mengamati sepasang remaja yang duduk di depanku, mereka naik belum lama dan mereka terlibat pembicaraan serius. Mereka berkata perlahan, namun tetap terdengar di telingaku, mereka silang selisih. Yang cowok marah kepada pacarnya, entah karena apa.

Disela-sela pembicaraan mereka, cowok yang duduk pojok menanyakan apakah tangan si cewek menyenggol penumpang sebelah, kebetulan penumpang sebelah ceweknya adalah seorang pria dengan tas besar di pangkuannya. Si cewek tidak mau membuat cowoknya cemburu maka diapun makin nempel dengan cowoknya hingga cowok itu semakin terhimpit. Aku tersenyum dalam hati, melihat tingkah mereka.

Sementara angkot berjalan dengan isi penumpang penuh diiringi derai hujan, aku benar-benar tidak bisa mengalihkan peristiwa di depanku. Kali ini si cowok membuka ponsel cewek dan menghapus beberapa pesan -aku tidak tahu apa isi pesan ini- yang jelas ketika giliran si cowok membuka ponsel miliknya, dia tidak mau memperlihatkannya kepada sang cewek. Yang ada si cewek dongkol setengah mati.

Sabtu, November 01, 2008

RAHASIA KITA

tak kuasa, Sophia...
engkau mempunyai magnet
menarik-narikku dalam pusaran
hingga aku mabuk setiap saat

kukatakan padamu dengan kesungguhan hati
"Engkaulah putri ayu yang tercipta untukku
engkaulah blue print anganku
kini nyata setelah anganku berlalu menahun..."
dan kemudian kutermangu dalam ketakberdayaan
akan kenyataan yang tak dapat kusesali
mari, Sophia.. inilah berkat terindah
karena engkau indah adanya
tidak, Cantik, tidak perlu kau berucap
matamu sudah banyak kata
senyummu bukan rahasia
yang hanya kita -aku dan kamu- yang tahu